Phuket, salah satu tempat populer di Thailand yang banyak orang Indonesia ingin kunjungi. Konon, katanya Phuket ini sangat indah dengan beberapa pantai yang dimiliki. Tentu saja aku ingin sekali suatu hari ke Phuket. Dan, ternyata Tuhan mengabulkan keinnginanku ini di Maret 2012 lalu. Bertolak dari Krabi dengan menggunakan minivan cukup membuat perjalanan begitu menyenangkan. Kiri kanan jalan aku melihat banyak sekali tebing-tebing yang indah dan sayang untuk tidak diphoto. Minivan yang aku tumpangi ini sangat penuh. Mereka semua adalah bule, kecuali aku dan kedua travelmates-ku. Dini duduk di jok depan dengan seorang bule wanita asal Kanada. Aku dan Gitya duduk di jok paling belakang dengan seorang bule wanita asal Jerman. Wanita itu sibuk sendiri dengan makanannya tanpa basa-basi menawarkan kepada kami yang duduk disampingnya. Berbeda sekali dengan orang Indonesia. Kebanyakan orang Indonesia akan menawarkan makanan ketika ada orang di sekitarnya. Yah, walaupun kadang mereka tidak ikhlas *ups.
Sebelumnya, aku sudah menemukan host via Couchsurfing yang siap menampung kami selama semalam di Phuket. Oleksandr Levtysky a.k.a Sasha, lelaki muda asal Ukraina ini menyetujui permintaanku untuk surf di apartemennya. Dia memberikan petunjuk jalan untuk mencapai apartemennya. Sangat detail.
Sasha |
Kami membeli tiket bus untuk ke Phuket di guest house, Baifern Mansion, tempat kami menginap selama di Krabi. Tiket bus dari Krabi ke Phuket seharga 350 baht, tapi kami tawar menjadi 300 baht. Sekitar jam 11 siang, kami dijemput sebuah minivan di guest house. Ternyata perjalanan kami ke Phuket tidak dengan bus, tapi dengan minivan. Minivan ini benar-benar pengap. AC-nya tidak berfungsi sama sekali. Akhirnya semua penumpang membuka jendela.
Tiba-tiba minivan ini berhenti di sebuah tempat, entah apa namanya. Mungkin sebuah terminal, karena banyak sekali turis yang membawa backpack yang sepertinya mereka ingin pergi ke Thailand bagian lainnya. Kami semua di-drop disana. Di baju kami ditempel tulisan tujuan kemana kami akan pergi dan kami diperintah untuk membentuk kelompok menurut tujuan kami masing-masing. Ternyata dari sekian banyak turis disana, hanya kami bertiga yang berwajah asia.
Tidak lama kemudian, kelompok penumpang yang akan ke Phuket masuk ke minivan dan langsung berangkat. Minivan yang kami tumpangi ini berbeda dengan yang sebelumnya. Untung saja AC-nya berfungsi. Jadi kami tidak perlu membuka jendela lagi. Dini, duduk di jok depan dengan bule wanita asal Kanada. Aku dan Gitya duduk di jok paling belakang dengan bule wanita asal Jerman yang asyik makan tanpa peduli orang yang ada di dekatnya.
Sekitar 2 jam perjalanan, akhirnya kami sampai juga di Phuket. Sopir minivan ini tiba-tiba berhenti disebuah kantor tour and travel agent dan menyuruh kami keluar dari minivan. Padahal penumpang yang ada di minivan tidak ada yang minta turun di tempat tersebut. Tapi karena semua orang yang ada di minivan keluar, kami pun ikut keluar.
"Sepertinya ada yang tidak beres,"batinku.
"Ada apa ini?" tanya Gitya bingung.
"Entah, semuanya pada turun gini,"Aku ikut bingung.
"What's going on?"Aku bertanya pada seorang lelaki bule yang badannya agak sedikit gemuk dan rambut blonde rapi.
"I have no Idea. Let's find out,"jawabnya singkat sambil masuk ke dalam kantor tour and travel agent tersebut.
Ternyata di dalam kantor tersebut, kami ditawarkan bermacam-macam oleh petugas, mulai dari hotel di Phuket, tour di Phuket, dan lain sebagainya. Walaupun kebanyakan dari kami menolak, mereka tetap memaksa dan aku pun gerah.
"Sorry, I don't need it at all. I have a friend in Phuket. I come here to visit him,"kataku dengan nada yang agak sedikit kesal dan kemudian aku berlalu keluar dari kantor tersebut. Aku berjalan mendekat lelaki bule yang berbadan gemuk tadi.
"Hi, where do you come from?"tanyaku.
"Germany, and you?"tanyanya balik.
"Indonesia,"jawabku dengan bangga.
"Nice to meet you,"dia tersenyum.
"Nice to meet you too,"aku membalas senyumannya.
Setelah semuanya keluar dari kantor tersebut, kami lalu masuk kembali ke minivan untuk diantar sesuai dengan tujuan masing-masing. Sesuai dengan intruksi si Sasha, kami minta diturunkan di Tesco Lotus. Karena Sasha akan menjemput kami disana. Ternyata jarak antara kantor travel and tour agent tadi sangat dekat dengan Tesco Lotus.
Saking laparnya, buru-buru kami masuk ke Tesco. Karena dari kejauhan kami melihat ada KFC di Tesco. Selain harga KFC di Thailand dan di Indonesia sama saja, mungkin ini pilihan yang lumayan murah untuk mengisi perut kali ini. Tapi sebelum ke KFC, kami mampir dulu di counter hp membeli sim card Thailand untuk menghubungi Sasha. Harga sim cardnya kurang lebih sama seperti di Indonesia.
Sedang asyik mengganjal perut di KFC, dari arah pintu datanglah seorang pangeran gagah perkasa. Ok, bukan pangeran, tapi Sasha yang muncul dan menghampiri kami.
"Hi, Sasha. They are my friends,"Aku menyapanya seramah mungkin. Kemudian salam-salaman mengenalkan diri masing-masing.
"Hi, nice to meet you, guys,"balasnya singkat sambil menarik satu kursi dan duduk disampingku.
Kesan pertama bertemu Sasha, menurutku Sasha sangat pemalu. Dia sering menunduk dan tersenyum malu-malu. Tapi lucu juga melihat tingkahnya seperti itu. Bikin aku gemes, hahaha. Baiklah, ini hanya kesan pertama. Takut dia menunggu lama, akhirnya kami lahap makanan dengan kilat. Here we go!!
"I have no Idea. Let's find out,"jawabnya singkat sambil masuk ke dalam kantor tour and travel agent tersebut.
Ternyata di dalam kantor tersebut, kami ditawarkan bermacam-macam oleh petugas, mulai dari hotel di Phuket, tour di Phuket, dan lain sebagainya. Walaupun kebanyakan dari kami menolak, mereka tetap memaksa dan aku pun gerah.
"Sorry, I don't need it at all. I have a friend in Phuket. I come here to visit him,"kataku dengan nada yang agak sedikit kesal dan kemudian aku berlalu keluar dari kantor tersebut. Aku berjalan mendekat lelaki bule yang berbadan gemuk tadi.
"Hi, where do you come from?"tanyaku.
"Germany, and you?"tanyanya balik.
"Indonesia,"jawabku dengan bangga.
"Nice to meet you,"dia tersenyum.
"Nice to meet you too,"aku membalas senyumannya.
Setelah semuanya keluar dari kantor tersebut, kami lalu masuk kembali ke minivan untuk diantar sesuai dengan tujuan masing-masing. Sesuai dengan intruksi si Sasha, kami minta diturunkan di Tesco Lotus. Karena Sasha akan menjemput kami disana. Ternyata jarak antara kantor travel and tour agent tadi sangat dekat dengan Tesco Lotus.
Saking laparnya, buru-buru kami masuk ke Tesco. Karena dari kejauhan kami melihat ada KFC di Tesco. Selain harga KFC di Thailand dan di Indonesia sama saja, mungkin ini pilihan yang lumayan murah untuk mengisi perut kali ini. Tapi sebelum ke KFC, kami mampir dulu di counter hp membeli sim card Thailand untuk menghubungi Sasha. Harga sim cardnya kurang lebih sama seperti di Indonesia.
Sedang asyik mengganjal perut di KFC, dari arah pintu datanglah seorang pangeran gagah perkasa. Ok, bukan pangeran, tapi Sasha yang muncul dan menghampiri kami.
"Hi, Sasha. They are my friends,"Aku menyapanya seramah mungkin. Kemudian salam-salaman mengenalkan diri masing-masing.
"Hi, nice to meet you, guys,"balasnya singkat sambil menarik satu kursi dan duduk disampingku.
Kesan pertama bertemu Sasha, menurutku Sasha sangat pemalu. Dia sering menunduk dan tersenyum malu-malu. Tapi lucu juga melihat tingkahnya seperti itu. Bikin aku gemes, hahaha. Baiklah, ini hanya kesan pertama. Takut dia menunggu lama, akhirnya kami lahap makanan dengan kilat. Here we go!!
***
"Dimana apartemenmu?"tanyaku sambil mengikuti langkah kakinya tepat dibelakangnya.
"Tidak jauh, dekat dari sini,"Sasha menunjuk ke arah yang aku tidak tahu pasti tepatnya.
"Ah, okay,"aku menyahut sekenanya.
Berjalan kaki dengan menggendong backpack 75 liter itu sesuatu. Aku pikir apartemennya tidak jauh menurut versiku, tapi aku salah. Tidak jauh itu menurut versinya. Tidak sedekat yang aku kira. Dia berjalan sangat cepat. Aku dan Gitya tidak sanggup berjalan secepat dia. Dini, mau tidak mau harus mengimbangi kecepatan kaki Sasha karena Dini menemani Sasha mengobrol.
"Ah gila juga ini bule, pegel euy,"Aku mulai mengeluh.
"Iya, pegel ini.,"Gitya setuju," Liat aja tuh betis dia. Udah kaya pemain kesebelasan aje," tambahnya.
"Haha iya bener, betisnya aja segede gitu. Pasti sering jalan kaki atau enggak naik gunung,"Aku mengira-ngira. Gitya hanya mengangguk setuju.
Sengatan matahari yang luar biasa membuat peluh menjalar ke penjuru tubuh. Sesekali aku menyeka keringat. Aku dan Gitya tertinggal jauh dibelakang Sasha dan Dini. Entah apa yang ada dipikiran Sasha, tiba-tiba dia menengok kebelakang dan tersenyum melihat kami yang tampak lelah dan tertinggal jauh dibelakangnya. Melihat senyumnya yang manis, aku bersemangat kembali. Hap Hap!! *lupakan.
"It's Alrigth,"Aku membalas seyumannya. Kemudian dia melanjutkan langkahnya.
"Lama-lama betis aku jadi segede dia nih,"kataku sambil membetulkan letak backpack.
"Hahaha, bener-bener. Lama-lama betis kita seperti pemain kesebelasan,"tambah Gitya .
Akhirnya, setelah 15 menit berjalan, kami sampai juga di apartemennya. Tapi sebelum masuk halaman apartemennya, kami dijaga segerombolan anjing yang siap mendekat. "Oh my God, aku takut!!" batinku. Spontan Dini mendekati Sasha karena ternyata dia juga takut anjing, lebih takut dari aku malah. Atau mungkin juga ini alibi Dini aja biar bisa dekat-dekat Sasha? haha.
Aku mencoba tetap cool. Sejujurnya, aku juga tidak yakin hitch-hike, karena selama ini aku belum pernah. Sedangkan di Indonesia saja rasanya was-was sekali bagi kaum hawa untuk hicth-hike. Bukan bermaksud tidak percaya dengan negara sendiri, tapi banyak sekali orang yang akan memanfaatkan kesempatan ini. Aku yakin, tidak semua orang Indonesia berniat jahat seperti itu. Masih banyak orang Indonesia yang tulus menolong hitch-hiker.
"Kalian coba aja hitch-hike,"saran Sasha.
"Nanti enggak ada mobil yang mau berhenti, kan wajah kami seperti orang Thailand,"tolak Gitya.
"Justru wajah kalian seperti orang Thailand pasti ada mobil yang mau berhenti,"Sasha lagi-lagi menunjukan senyum manisnya.
"Oh iya, ini aku ada map Phuket. Bawa saja untuk besok,"katanya sembari memberikan kami sebuah map Phuket.
Sedang asyik melihat-lihat map Phuket, tiba-tiba datang seorang laki-laki bule memakai jeans dan kaos bewarna hijau. Aku taksir tingginya sekitar 170cm. Bule kurus itu masuk ke kamar dan menyapa kami dengan ramah.
"Hai,"Sapanya sambil merapikan rambutnya yang pirang.
"Hai juga,"kami membalas.
"Kenalkan, dia roommate-ku yang aku ceritakan, Ivan,"Sasha membuka perkenalan. Lalu kami pun bersalaman dan berkenalan satu per satu.
Sengatan matahari yang luar biasa membuat peluh menjalar ke penjuru tubuh. Sesekali aku menyeka keringat. Aku dan Gitya tertinggal jauh dibelakang Sasha dan Dini. Entah apa yang ada dipikiran Sasha, tiba-tiba dia menengok kebelakang dan tersenyum melihat kami yang tampak lelah dan tertinggal jauh dibelakangnya. Melihat senyumnya yang manis, aku bersemangat kembali. Hap Hap!! *lupakan.
"It's Alrigth,"Aku membalas seyumannya. Kemudian dia melanjutkan langkahnya.
"Lama-lama betis aku jadi segede dia nih,"kataku sambil membetulkan letak backpack.
"Hahaha, bener-bener. Lama-lama betis kita seperti pemain kesebelasan,"tambah Gitya .
Akhirnya, setelah 15 menit berjalan, kami sampai juga di apartemennya. Tapi sebelum masuk halaman apartemennya, kami dijaga segerombolan anjing yang siap mendekat. "Oh my God, aku takut!!" batinku. Spontan Dini mendekati Sasha karena ternyata dia juga takut anjing, lebih takut dari aku malah. Atau mungkin juga ini alibi Dini aja biar bisa dekat-dekat Sasha? haha.
***
Aku mengedarkan pandangan keseluruh ruangan apartemenya. Menurutku, ini bukan apartemen. Mungkin lebih tepatnya kamar kos. Karena hanya sebuah ruangan dengan kamar mandi dan balkon. Balkonnya pun tidak begitu luas. Dikamar itu hanya ada ranjang ukuran large, tapi bukan spring bed, dan lemari besar.
"Kau tinggal sendiri disini?"tanyaku sembari meletakan backpack.
"Enggak, aku ada roommate. Dia orang Rusia,"jawabnya. "Kalian hanya satu malam disini?"lanjutnya.
"Iya, awalnya dua hari, tapi kami terlalu lama di Krabi. Jadi, untuk mengejar waktu, kami hanya semalam disini,"jelas Gitya dengan kemampuan bahasa inggrisnya yang diatas rata-rata.
"Oh, okay. Lalu, rencana kalian hari ini apa?"
"Mungkin besok kami ke Patong beach,"Aku duduk dan menyandarkan punggung ketembok.
"Naik apa ya kalau kami ingin kesana?"Gitya lanjut bertanya.
"Naik apa?"Sasha mengerutkan dahi dan tampak bingung,"Aku kurang tau naik apa untuk ke Patong karena aku sering hitch-hike."tambahnya.
"Hitch-hike? what's that?"tanyaku dengan polosnya.
"Stop-in mobil dijalan dan numpang,"tegasnya.
"Seriusan?"kami bertanya seolah-olah tidak yakin.
"Serius. Aku dari Ukraina sampai ke Phuket ini ya hitch-hiked,"Sasha mencoba meyakinkan kami. Dia menceritakan pengalaman hitch-hiked-nya dengan alat pendukung, peta dunia, yang dipajang di dinding kamarnya. Cukup menarik sekali, pikirku.
"Enggak deh, gila aja dia nyuruh kita jalan kaki,"celetuk Dini dalam bahasa Indonesia agar Sasha tidak mengerti apa yang dia katakan.
"Aku juga enggak deh nyetopin mobil,"Gitya menambahkan.
"Kalian coba aja hitch-hike,"saran Sasha.
"Nanti enggak ada mobil yang mau berhenti, kan wajah kami seperti orang Thailand,"tolak Gitya.
"Justru wajah kalian seperti orang Thailand pasti ada mobil yang mau berhenti,"Sasha lagi-lagi menunjukan senyum manisnya.
"Oh iya, ini aku ada map Phuket. Bawa saja untuk besok,"katanya sembari memberikan kami sebuah map Phuket.
Sedang asyik melihat-lihat map Phuket, tiba-tiba datang seorang laki-laki bule memakai jeans dan kaos bewarna hijau. Aku taksir tingginya sekitar 170cm. Bule kurus itu masuk ke kamar dan menyapa kami dengan ramah.
"Hai,"Sapanya sambil merapikan rambutnya yang pirang.
"Hai juga,"kami membalas.
"Kenalkan, dia roommate-ku yang aku ceritakan, Ivan,"Sasha membuka perkenalan. Lalu kami pun bersalaman dan berkenalan satu per satu.
***
"Aku laper,"keluhku dengan perut yang keroncongan.
"Sama,"kata Gitya dan Dini serempak.
"Cari makan yuk,"ajakku.
"Dimana malam-malam begini? Daerah sini kan sepi. Mana gelap pula, horor,"kata Dini
"Iya juga sih,"aku sependapat dengan Dini.
"Ke Tesco Lotus aja, gimana?"usul Gitya.
"Ya sudah, yuk!"jawabku setuju.
...
"Sasha, kami mau ke supermarket,"Aku berpamitan.
"Hmm, bagaimana kalau kita bareng-bareng saja? Sekalian makan malam,"usul Sasha.
"Boleh juga,"sahut Gitya.
Tanpa banyak basa-basi kami pun pergi ke supermarket. Lagi dan lagi kami berjalan kaki, kecuali Ivan, dia berdahulu pergi dengan motor. Curang sekali si Ivan. Tapi berjalan kaki juga tidak masalah, sih. Lumayan untuk melatih jiwa backpacker, haha. Sasha memang juara sekali dalam hal jalan kaki. Mungkin kalau ada kejuaran jalan kaki tercepat, Sasha pasti jawaranya. Sedangkan aku, aku memang payah. Aku tidak pernah mampu mengalahkan langkahnya. Dia berjalan terlalu cepat, bagiku.
"Masih jauhkah supermarketnya?" tanyaku kepada Sasha ditengah-tengah perjalanan.
"Hmm..enggak kok, dekat,"jawabnya.
20 menit kemudian..
Di sebuah pasar..
"Nah, Ini supermarketnya,"Sasha membuat kami shock.
"Apa? Supermarket?"Gitya mengedarkan pandangan ke sekeliling pasar.
"Iya ini, kalian mau beli apa? Disini ada ikan, sayur, dan lain-lain,"kata Sasha dengan entengnya.
"Ah, dia pikir supermarket itu pasar besar (Super Market) ,"aku berbisik kepada Gitya dan Dini.
"Atau kalian mau makan?"tanya Ivan. Sepertinya Ivan tahu kalau kami tidak tertarik dengan supermarket yang dimaksud Sasha.
"Kita makan saja, yuk,"Gitya bersemangat.
"Kalian mau makan apa? Pork or what?"Ivan bertanya kepada kami dengan sopan sekali.
"No, we don't eat pork,"jawab kami.
"Me too,"Ivan tersenyum,"Aku tau makanan no pork daerah sini. Yuk!"ajak Ivan.
"Let's go!"seru Sasha.
"Hmm, bagaimana kalau kita bareng-bareng saja? Sekalian makan malam,"usul Sasha.
"Boleh juga,"sahut Gitya.
Tanpa banyak basa-basi kami pun pergi ke supermarket. Lagi dan lagi kami berjalan kaki, kecuali Ivan, dia berdahulu pergi dengan motor. Curang sekali si Ivan. Tapi berjalan kaki juga tidak masalah, sih. Lumayan untuk melatih jiwa backpacker, haha. Sasha memang juara sekali dalam hal jalan kaki. Mungkin kalau ada kejuaran jalan kaki tercepat, Sasha pasti jawaranya. Sedangkan aku, aku memang payah. Aku tidak pernah mampu mengalahkan langkahnya. Dia berjalan terlalu cepat, bagiku.
"Masih jauhkah supermarketnya?" tanyaku kepada Sasha ditengah-tengah perjalanan.
"Hmm..enggak kok, dekat,"jawabnya.
20 menit kemudian..
Di sebuah pasar..
"Nah, Ini supermarketnya,"Sasha membuat kami shock.
"Apa? Supermarket?"Gitya mengedarkan pandangan ke sekeliling pasar.
"Iya ini, kalian mau beli apa? Disini ada ikan, sayur, dan lain-lain,"kata Sasha dengan entengnya.
"Ah, dia pikir supermarket itu pasar besar (Super Market) ,"aku berbisik kepada Gitya dan Dini.
"Atau kalian mau makan?"tanya Ivan. Sepertinya Ivan tahu kalau kami tidak tertarik dengan supermarket yang dimaksud Sasha.
"Kita makan saja, yuk,"Gitya bersemangat.
"Kalian mau makan apa? Pork or what?"Ivan bertanya kepada kami dengan sopan sekali.
"No, we don't eat pork,"jawab kami.
"Me too,"Ivan tersenyum,"Aku tau makanan no pork daerah sini. Yuk!"ajak Ivan.
"Let's go!"seru Sasha.
***
Kami makan dengan lahapnya. Mungkin kami terlalu lapar saat itu atau mungkin masakannya memang enak. Dua-duanya sih. Disamping laper, masakannya juga enak dan harganya sangat bersahabat dengan kantong. Setelah kami selesai menghabiskan kudapan, tiba-tiba datang seorang wanita bule menghampiri Ivan dan mengajak Ivan pergi. Entah siapa. Sempat dikenalkan kepada kami, tapi memang dasar aku susah sekali untuk mengingat nama orang diawal perkenalan. Jadi, aku tidak tahu siapa namanya.
"Ah si ganteng Ivan udah punya cewek ternyata,"Dini merasa kecewa.
"Haha, memangnya enak,"aku meledek Dini dengan tertawa setan.
"Enggak apa-apa sih, kan masih ada Sasha,"Dini tersenyum membela diri sambil melirik Sasha.
"Dasar kau!"aku menjitak kepala Dini.
"Eh, aku mau beli roti dulu untuk sarapan besok,"kataku kepada Sasha.
"Ok, didekat sini ada Seven Eleven kok, yuk."
Kemudian kami bertiga berlalu dari rumah makan tersebut. Hanya berjalan beberapa langkah saja, kami sampai di Seven Eleven yang Sasha maksud. Membeli apa saja yang kami perlukan. Aku hanya membeli roti untuk sarapan esok hari dan sebotol air mineral. Maklum selama trip aku memerlukan banyak air mineral. Apalagi di tempat yang cukup panas seperti Phuket, gampang membuat tenggorokanku kering.
Setelah aku merasa cukup dengan apa yang aku butuhkan, aku menyudahi kegiatan belanja. Ketika aku ingin keluar, aku heran melihat Dini yang berdiri lama di depan pintu Sevel. Sasha tersenyum kecil melihat Dini tidak keluar dari Sevel.
"Apa yang kau lakukan?"Sasha tersenyum.
"Nunggu pintunya kebuka,"Jawab Dini polos.
"Hahaha, kau ini lucu sekali. Berdiri sampai kapan pun, pintunya tidak akan kebuka kalau kau tidak membukanya. Ini tidak otomatis," kemudian Sasha membuka pintu Sevel. Dini tertawa dan merasa malu mendengar pernyataan Sasha.
"Ah, tololnya aku,"Dini benar-benar malu dan menyalahkan dirinya sendri.
"Hahaha dasar kau,"tambahku.
Di tengah perjalanan pulang, gerimis menemani setiap langkah kami. Dini dan Gitya berjalan bersama, sedangkan aku dan Sasha berjalan dibelakang mereka. Tiba-tiba Sasha berhenti disebuah pohon yang memiliki daun yang sangat lebar, entah apa nama pohonnya. Aku pun menghentikan langkahku dan menunggunya. Dia mengambil satu daun dan memayungi aku dengan daun tersebut. Aku terkejut dan tentu saja senang.
"Aww, you are so sweet, Sasha. Thanks!"kataku malu-malu tapi mau.
"You're welcome. Aku tidak ingin kau kehujanan, Gita."
"Tidak ingin aku kehujanan? Kenapa enggak dari tadi, sudah basah seperti ini,"batinku.
Benar-benar malam yang indah di Phuket, berjalan ditengah gerimis bersama seorang cowok ganteng dan dipayungi pula. Ah, Thanks God!!
"Haha, memangnya enak,"aku meledek Dini dengan tertawa setan.
"Enggak apa-apa sih, kan masih ada Sasha,"Dini tersenyum membela diri sambil melirik Sasha.
"Dasar kau!"aku menjitak kepala Dini.
"Eh, aku mau beli roti dulu untuk sarapan besok,"kataku kepada Sasha.
"Ok, didekat sini ada Seven Eleven kok, yuk."
Kemudian kami bertiga berlalu dari rumah makan tersebut. Hanya berjalan beberapa langkah saja, kami sampai di Seven Eleven yang Sasha maksud. Membeli apa saja yang kami perlukan. Aku hanya membeli roti untuk sarapan esok hari dan sebotol air mineral. Maklum selama trip aku memerlukan banyak air mineral. Apalagi di tempat yang cukup panas seperti Phuket, gampang membuat tenggorokanku kering.
Setelah aku merasa cukup dengan apa yang aku butuhkan, aku menyudahi kegiatan belanja. Ketika aku ingin keluar, aku heran melihat Dini yang berdiri lama di depan pintu Sevel. Sasha tersenyum kecil melihat Dini tidak keluar dari Sevel.
"Apa yang kau lakukan?"Sasha tersenyum.
"Nunggu pintunya kebuka,"Jawab Dini polos.
"Hahaha, kau ini lucu sekali. Berdiri sampai kapan pun, pintunya tidak akan kebuka kalau kau tidak membukanya. Ini tidak otomatis," kemudian Sasha membuka pintu Sevel. Dini tertawa dan merasa malu mendengar pernyataan Sasha.
"Ah, tololnya aku,"Dini benar-benar malu dan menyalahkan dirinya sendri.
"Hahaha dasar kau,"tambahku.
"Aww, you are so sweet, Sasha. Thanks!"kataku malu-malu tapi mau.
"You're welcome. Aku tidak ingin kau kehujanan, Gita."
"Tidak ingin aku kehujanan? Kenapa enggak dari tadi, sudah basah seperti ini,"batinku.
Benar-benar malam yang indah di Phuket, berjalan ditengah gerimis bersama seorang cowok ganteng dan dipayungi pula. Ah, Thanks God!!
***